Rabu, Agustus 22, 2007

Cibubur Lama vs Cibubur Baru?

Ini ada arsip yang cukup menarik tentang Cibubur. Sumber dari Kompas.com, edisi Rabu 25 Mei 2005
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0505/25/metro/1765772.htm

Akmal N. Basral
B-2




Mengharap Pemkot Menjadi "Real Estate Manager"
DP Purnomo

KEBERHASILAN pengembangan suatu kawasan oleh pihak swasta selalu dibayangi oleh ketidaksiapan atau ketidakmampuan pemerintah mengantisipasi dampak-dampak yang mungkin terjadi, misalnya kemacetan dan ketidakteraturan.

Mengambil contoh berdasarkan data BCI Asia, sebuah layanan informasi proyek konstruksi, di Cibubur sejak tahun 2002 hingga saat ini tercatat ada 102 proyek, hampir setengahnya adalah proyek pengembangan perumahan, sisanya adalah pembangunan mal, apartemen, dan perkantoran.

Dalam tahap konstruksi ada 33 persen proyek, 16 persen proyek telah siap dilaksanakan, dan 32 persen proyek sedang tahap desain. Namun, tidak tercatat adanya pembangunan infrastruktur yang mendukung, misalnya pelebaran jalan atau penambahan jembatan.
Padahal dengan logika sederhana saja, jika suatu kawasan bertambah penghuninya, tentu volume arus lalu lintas pasti bertambah, untuk itu daya dukung ruas jalan juga harus ditambah.
Kalau tidak, tentu akan timbul kesemrawutan dan kemacetan sehingga merugikan warga. Sudah terjadi di Cibubur, ketika kita akan menuju kawasan perumahan idaman yang rapi dan asri, selalu diawali dengan susah payah untuk menembus kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas. Hal ini telah menunjukkan bahwa tidak adanya kesamaan tujuan dan langkah antara pengembang dan aparat pemerintah setempat yang mempunyai tanggung jawab dan wewenang menyediakan prasarana wilayahnya.

Cibubur Lama vs Cibubur Baru

Kembali kita menyimak perkembangan kawasan Cibubur. Suatu kawasan di sebelah selatan Jakarta yang dapat diakses melalui Jalan Tol Jagorawi, kira-kira hanya 25 menit dari Semanggi (kalau enggak macet). Perlu diketahui bahwa sebenarnya ada dua Cibubur di sini, yaitu "Cibubur Lama" dan "Cibubur Baru".

Kawasan Cibubur Lama sebenarnya adalah wilayah administrasi Kelurahan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, yang lokasinya berada di sisi kanan Jalan Tol Jagorawi arah ke Bogor. Dengan luas hanya sekitar 450 hektar, di sini ada beberapa perumahan yang dikembangkan sekitar tahun 1990-an, antara lain Bukit Permai, Villa Cibubur Indah, KPAD Cibubur, dan Permata Puri. Kini, perumahan-perumahan ini sudah tidak dikembangkan lagi karena keterbatasan lahan.

Sedangkan Cibubur Baru adalah kawasan sepanjang jalan raya alternatif Jakarta-Bandung melalui Jonggol, yang masuk dalam empat wilayah administrasi, yaitu sedikit Kelurahan Pondok Rangoon-Jakarta Timur, Kelurahan Harjamukti- Kota Depok, Kecamatan Podok Gede-Kota Bekasi, Kecamatan Gunung Putri dan Kecamatan Cileungsi-Kabupaten Bogor.
Adalah Duta Pertiwi Group yang pada awalnya menggarap kawasan ini, pada sekitar tahun 1990-an dengan membuka kawasan perumahan Kota Wisata, kemudian diikuti pengembang lain, seperti perumahan Raffles Hill, Taman Laguna, Puri Sriwedari, Citra Grand, dan Kota Legenda hingga KTM di Cileungsi.

Booming penjualan properti di Cibubur dipicu terjadinya banjir besar di Jakarta pada awal tahun 2002. Saat itu banyak penduduk perumahan elite di daerah Tangerang, Kelapa Gading, Pluit, dan sebagainya mulai berpikir untuk "mengungsi" ke kawasan bebas banjir, pilihan jatuh antara lain di Cibubur. Kawasan seluas ribuan hektar yang masih mempunyai keunggulan: hawa asri dan sejuk, dekat dari Jakarta, bebas banjir dan bebas macet.

Hingga saat ini developer masih mengincar kawasan ini sehingga muncul perumahan generasi berikutnya yang saat ini dalam tahap pembangunan, antara lain Perumahan Mahogani, Bukit Golf, The Address, dan Grand Cibubur.

Tidak hanya perumahan, pengembang juga membidik penjualan ruang komersial, seperti halnya Kampung Cina dan Kampung Indonesia di Kota Wisata, Kawasan Niaga, Mall dan City Walk di Citra Grand, serta Plasa Cibubur yang sedang merencanakan pula membangun tahap 2. Proyek terbaru saat ini adalah Cibubur Times Square yang membangun pusat niaga dan apartemen, pusat otomotif Cibubur Points, dan Cibubur Junction Mall di ujung jalan tol.
Jika membandingkan peran pemerintah dan pengembang dalam mengelola kawasan, terlihat ada perbedaan yang mencolok. Pengembang swasta mengelola ribuan hektar, sedangkan pemerintah "hanya" mengelola sekitar 450 hektar di Cibubur dan jalan raya sepanjang 13 kilometer. Pengembang rupanya lebih jago dalam menata wilayahnya dibandingkan dengan pemerintah kota (pemkot).

Pengembang sangat menjaga kenyamanan, keamanan, dan berusaha memenuhi kebutuhan warganya dengan fasilitas yang memadai, sebut saja mulai dari pintu gerbang, kita sudah merasakan layanan para pengembang berupa taman dan pepohonan yang rindang dengan disambut ramah oleh anggota satuan pengamanan.

Jalan aspal dan trotoar lebar, didukung pula rambu-rambu dan lampu jalan yang cukup. Tidak ada sampah berceceran dan pedagang kaki lima yang membuka tenda sembarangan. Tapi, Anda tidak akan susah mendapatkan jajanan kaki lima karena developer telah meyediakan kawasan khusus yang semua tertata rapi.

Namun, citra yang sangat berbeda muncul ketika Anda masuk wilayah Cibubur Lama, padahal kawasan ini hanya seluas 450-an hektar saja. Jika masuk dari Jalan Raya Bogor, Anda akan disambut kemacetan dan kesemrawutan khas persimpangan lampu lalu lintas.

Angkot nyerobot lampu merah dan ngetem pada saat lampu hijau. Ojek berkerumun di bahu jalan, warung makanan berjejer tidak beraturan. Ditambah lagi angkot bodong berpelat hitam berputar balik arah. Tidak ada trotoar untuk pejalan kaki, bahkan hingga ke jantung Cibubur, di depan kantor kelurahan dan di depan sekolah-sekolah pun Anda tidak akan menemukan trotoar (pedestrian). Padahal arus lalu lintas cukup padat sepanjang hari.

Di Jalan Alternatif Cibubur, Anda akan disuguhi kemacetan yang sebenarnya tidak perlu karena alasan klasik: keluar masuk parkir, putaran arus lalu lintas dan angkutan kota berhenti sembarangan, khususnya di depan pusat perbelanjaan. Diperparah lagi, sepanjang jalan ini Anda tidak akan menemukan halte dan juga pos polisi.

Dari gambaran di atas sangat jelas perbedaan mencolok dalam perlakuan pemerintah dan pengembang dalam mengelola kawasan. Seharusnya pemerintah mengakui kekurangannya dan merangkul para pengembang untuk berbagi pengalaman membangun kota. Dan kemudian sedikit demi sedikit menata kawasan dengan tujuan meningkatkan pelayanan bagi warganya.
Jika terkendala masalah dana, pemerintah bisa menggandeng swasta, misalnya dalam penataan kawasan persimpangan jalan dengan cara menjadikannya sebagai kawasan komersial city walk. Dengan city walk, setiap petak pedestrian bisa disewakan sebagaimana di dalam mal, namun tetap memberi kenyamanan bagi orang untuk bisa leluasa berpindah moda transportasi dan juga bisa berbelanja.

Dengan konsep ini diharapkan dapat menyelesaikan sebagian masalah dan sekaligus memberikan peluang bisnis baru yang juga bisa meningkatkan pendapatan bagi kas daerah.
Sampai kapan Cibubur Lama tertinggal dengan kawasan perumahan di Cibubur Baru dan sampai kapan pula macet karena jalannya sempit? Untuk menjawab, tidak ada salahnya penguasa segera belajar kepada pengusaha dalam mengelola wilayah dan memberikan pelayanan bagi warganya. Hingga nantinya pemerintah berperan juga sebagai real estate manager bagi wilayahnya.

DP Purnomo, Senior Consultant pada Research Department BCI Asia